Penulis : Jimmy
Subiantoro
NIM : 233300030006
Jurusan : Fakultas Hukum
Universitas Mpu Tantular Jakarta
Dosen : Serepina Tiur
Maida, S.Sos, M.Pd, M.I.Kom
Sebagai warga negara Indonesia, kita haruslah berbangga diri karena negara kita adalah negara yang kaya sumber daya alam dan juga memiliki kebudayaan yang berneka ragam. Hal ini tidak lepas dari banyaknya pulau di Indonesia, yang dihuni oleh banyak suku.
Berbicara mengenai suku di Indonesia, saya akan sedikit
mengulas salah satu suku tersebut, suku itu adalah suku Dayak. Mungkin saat saya
menyebut suku Dayak, semua pasti teringat kejadian beberapa waktu lampau mengenai
perang suku ini, tetapi itu semua sudah berlalu dan semua hidup rukun saat ini.
Suku Dayak adalah penduduk asli pulau Kalimantan, yang
memiliki beberapa rumpun yang kita sering kita dengar jika kita berada di pulau
kalimantan. Beberapa rumpun tersebut antara lain rumpun klemantan, rumpun iban,
rumpun apokayan (Dayak Kayan, Kenyan dan bahau), rumpun murut, rumpun ot danum ngaju
dan rumpun punan. Mereka tersebar di seluruh penjuru pulau kalimantan dan beberapa
pulau di Malaysia (Sabah dan Serawak). Rumah Adat Lamin
Seiring berjalan waktu dan banyaknya para pendatang
yang tinggal di pulau Kalimantan, keberadaan
suku asli Dayak ini semakin terpinggirkan,
mereka lebih suka tinggal di pedalaman pulau Kalimantan daripada harus menerima
kemajuan peradaban. Mereka yang menerima perkembangan jaman akhirnya berakulturasi
melahirkan etnis sendiri. Sebagai contoh suku Dayak yang memeluk agama islam
lebih suka disebut sebagai orang banjar atau kutai. Suku Dayak yang berada di Kalimantan
barat banyak memeluk agama Kristen, tapi bagi yang menolak agama baru dan berpegang
teguh pada keyakinannya mereka memilih tinggal di pedalaman.
Sebagai ciri khas fisik orang Dayak, kita pasti
mengenal telinga panjang (telingan aruu). Ini adalah satu tradisi dari beberapa
sub suku orang Dayak. Tradisi ini di mulai saat bayi lahir, tapi bisa disebut
proses penindikan, semakin beranjak dewasa barulah telinga itu diberi anting yang
terbuat dari tembaga (belaong) dan selalu akan di tambah sehingga telingga itu
memanjang hingga sebatas dada bagi perempuan, tapi anting ini selalu dipakai dan tidak boleh dilepaskan. Bagi suku Dayak ini merupakan symbol
kecantikan bagi wanita dan kebangsawanan bagi pria, tapi sayang tradisi ini mulai di tinggalkan semenjak era 60 an.
![]() |
| Tato Dayak dan Telinga Panjang |
Salah satu ciri yang dimiliki suku Dayak adalah kesenian tato. Beberapa suku di Indonesia memiliki ciri khas tato sendiri. Keunikan tato suku Dayak yang terkenal hingga mancanegara adalah bahan dan alat yang digunakan. Semuanya menggunakan bahan alami, duri pohon jeruk sebagai jarum dan tinta dari jelaga dan dicampur madu lebah liar, dan pewarna dari jelaga lampu yang hitam, itulah sebabnya warna tato suku daya berwarna hitam. Tato sendiri sendiri bagi mereka sebagai symbol kedewasaan dan keberanian.
Di era yang semakin maju, saat ada kunjungan resmi kenegaraan ataupun acara resmi apapun, kita akan disambut oleh tarian khas Dayak, nama tarian ini adalah tari gantar. Dahulu tarian ini memiliki makna tentang siklus mesyarakat suku dayak dalam bercocok tanam. Dan masih banyak lagi jenis-jenis tarian lainnya dari suku Dayak ini yang memiliki banyak makna dan tujuan.
Nah bagi kita yang berkunjung ke Kalimantan dan khususnya
Kalimantan Timur terdapat salah satu objek wisata yang bermana Desa Pampang,
disini kita bisa melihat orang asli suku Dayak yang bertelinga panjang dengan
khas tatonya, kemudian pernak Pernik khas kerajinan tangan suku Dayak, rumah adatnya
dan senjata khas nya yaitu Mandau dan sumpit. Tak lupa kita disambut oleh
tarian tradisional suku Dayak. Jadi kita tidak perlu masuk ke hutan pedalaman
ya untuk belajar mengenal suku Dayak ini.
Sampai disini yang saya bisa sedikit jelaskan, yang
pasti masih banyak keunikan yang lain dari salah satu suku di Indonesia ini. Semoga
bermanfaat…



Tidak ada komentar:
Posting Komentar